Alasan tidak memilih Childfree, via freepik dan canva |
Belakangan ini medsos ramai dengan pemberitaan childfree oleh seorang influencer gitasav atau Gita Savitri. Menurut saya anak itu bukan beban, justru sangat berarti. Ada berbagai alasan untuk tidak memilih childfree dan memiliki buah hati.
Arti penting buah hati bagi seorang ibu tentu sangatlah banyak. Saya merasakan hidup saya semakin sempurna ketika pertama kali menggendong anak saat ia lahir. Saya jadi teringat 8 tahun lalu betapa bahagianya ketika tespack dan hasilnya positif.
Alhamdulillah sebelum setahun menikah sekitar 5 menuju 6 bulan saya sudah positif. Hampir tiga tahun lalu saya juga sama excitednya ketika hasil testpack positif.
Meski setelah 8 minggu saya harus mengikhlaskan calon buah hati yang kedua karena keguguran dan harus dikuret. Saya menuliskan pengalaman kuret dengan BPJS di RSKIA Bandung sewaktu pandemi kemarin.
Kebayang jika saya memutuskan untuk childfree, tidak akan pernah merasakan indahnya kebahagiaan ketika dititipkan amanah seorang anak. Tidak akan merasakan nikmatnya menjadi ibu. Tak akan merasakan kebahagiaan ketika melihat anak tersenyum dan memeluk saya.
Setiap keputusan pasti punya alasan tersendiri. Saya jadi memikirkan bahwa bisa saja seseorang yang tak mau punya anak atau memilih sendiri tanpa menikah memiliki ketakutan tersendiri atau punya trauma mendalam di masa lalu.
Tentang Childfree
Childfree ini mulai viral setelah influencer atau Youtuber Gita Savitri yang tinggal di Jerman mengkampanyekan agar tidak memiliki anak.
Dalam hal ini Childfree adalah keputusan pasangan suami dan istri untuk tidak memiliki anak secara biologis, mengadopsi anak atau lainnya.
Bisa jadi salah satu keputusan Childfree itu karena pasutri yang mengalami masalah ketidaksuburan atau karena memang tidak menginginkan anak di dalam kehidupannya.
Ada berbagai alasan memutuskan Childfree seperti halnya pasangan Gita Savitri dan suaminya, salah satunya faktor inner child Gita yang memiliki ibu narsistik. Hal ini disampaikan sendiri oleh Gita.
Sepertinya dia punya ketakutan mengulang kembali pola asuh yang dulu ia terima dari ibunya, karena jujur saja secara nggak langsung jejak atau cara pengasuhan seorang ibu melekat pada anaknya.
Anak yang dibesarkan dengan limpahan kasih sayang pasti berbeda dengan anak yang dibesarkan dengan banyak tuntutan atau tekanan dari orang tua. Terkadang orang tua tidak sadar melimpahkan mimpinya yang belum usai pada anak.
Bisa jadi dengan alasan tertekan di masa lalu sebagai seorang anak, Gita Savitri mengatakan bahwa memiliki anak menjadi beban baginya.
Alasan lain versi Gita adalah dengan tidak memiliki anak dia merasa lebih awet muda karena bisa tidur cukup dan itu udah jadi botoks alami baginya. Ya itu kan opininya Gita, ya.
Sebenarnya kalau punya materi yang cukup bisa tetap perawatan meski punya banyak anak. Buat yang punya kecukupan materi bahkan punya asisten untuk mengurus anak.
Ya, sekali lagi itu kan hak seorang Gita untuk memilih punya atau nggak punya anak. Hanya saja yang membuat saya keberatan adalah seolah-olah dia mengkampanyekan Childfree karena posisinya sebagai influencer dan apa yang dia sampaikan dilihat banyak orang.
Untuk alasan pribadi tidak punya anak ya terserah pilihan Gita dan pasangannya saja. Keputusan child free itu pilihan. Namun, bagi saya keputusan untuk memiliki anak pun adalah hak setiap pasangan pula.
Anak bukan beban, Ini alasan tidak memilih childfree
Menurut saya salah satu hal yang paling membahagiakan adalah momen kelahiran anak. Sebenarnya salah satu hal yang dinantikan dalam pernikahan adalah kehadiran buah hati.
Dalam pandangan agama Islam juga dinyatakan bahwa pernikahan adalah jalan untuk melanjutkan keturunan dan agar generasi tidak punah.
Semua tergantung pola pikir, kalau dirasa jadi beban memang akan terasa terbebani. Saya sendiri membesarkan anak tanpa punya asisten rumah tangga atau pengasuh anak.
Semua dilakukan sendiri ditambah sekalian mencari tambahan penghasilan dari berjualan dan dari menulis. Memang nggak mudah tapi kehadiran seorang anak memberi warna tersendiri dalam hidup saya.
Saya merasa dengan kehadiran seorang anak hidup menjadi lebih bermakna. Dulu saya pikir saya yang menemani dia. Menemani tumbuh kembangnya, nyatanya dialah yang menemani saya.
Dulu saya pikir sebagai ibunya sayalah yang menyeka air matanya ketika anak saya masih bayi dan menangis. Sayalah yang nggak tegaan melihat dia nangis dan berusaha agar dia nyaman dengan memberikan kebutuhannya.
Sebenarnya semenjak memiliki anak, kebahagiaan seorang ibu itu cukup sederhana, yaitu cukup dengan melihat anak tumbuh dengan sehat dan ceria
Kenyataannya ternyata kehadiran anak bisa mengurangi kesedihan saya, bahkan anak saya yang menyeka air mata saya ketika saya menangis. Dia memeluk saya dan seolah bilang jangan menangis karena ada dia yang mencurahkan kasih sayangnya pada saya.
Memang menjadi orang tua terutama menjadi ibu memang nggak mudah. Tidak ada ibu yang sempurna, yang ada ibu yang mau belajar jadi lebih baik.
Buat yang mau belajar tentang parenting bisa baca tulisan di Home Education Centre, di sini bisa mengetahui berbagai hal contohnya tentang homeschooling, seperti bagaimana mengelola stress seorang ibu homeschooler.
Memang menjadi seorang perempuan itu tak mudah apalagi menjadi seorang ibu. Namun bagi saya, anak itu bukan beban. Ada berbagai alasan tidak memilih childfree atau memiliki anak. Bagaimana dengan pendapat Sahabat Catatan Leannie tentang hal ini?
Salam,