Indonesia Website Awards

Toxic Marriage, Bertahan dalam Luka atau Mengikhlaskan Kehilangan

Bertahan atau kehilangan
Toxic Marriage,
via feepik dan canva


Setiap keputusan pasti ada konsekuensinya. Ketika hanya bisa memilih bertahan dalam luka atau mengikhlaskan kehilangan dalam sebuah relationship atau marriage. Satu hal yang pasti, nggak akan mudah apalagi jika berhubungan dengan toxic people atau toxic marriage. 


Di satu sisi, jika memilih bertahan maka hubungan ini terasa dipaksakan dan ada pihak yang merasa terluka. Namun, jika melepaskan pun harus siap dengan berbagai hal, termasuk berpisah.


Ada berbagai pilihan hidup yang harus diambil, termasuk saat mangalami masalah toxic relationship dalam pernikahan. Ketika dilema harus memilih di antara dua pilihan, terus bertahan tapi hati merasakan luka atau siap kehilangan dengan melepaskan atau berpisah. 


Hubungan yang toksik, pasti tidak akan pernah nyaman bagi siapapun. Berurusan dengan toxic people atau toxic marriage, bagaimana menyikapinya? 



Apa itu Toxic Marriage


Toxic relationship atau hubungan yang toksik, bisa juga terjadi pada hubungan pernikahan atau disebut toxic marriage. Pernikahan yang toksik sangat melelahkan karena salah satu atau kedua belah pihak merasa tersakiti terus menerus. 


Pertengkaran demi pertengkaran yang tidak pernah usai atau semakin intens terjadi dalam rumah tangga, bahayanya lagi jika sampai terjadi kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini bisa menimbulkan dampak psikis KDRT terhadap anak atau perempuan.


Dalam toxic relationship, terutama hubungan pernikahan akan terlihat bahwa kedua pasangan tidak mampu lagi saling mendukung, tidak ada rasa menghargai, kurangnya kekompakan, munculnya persaingan tidak ada rasa hormat bahkan saling menghancurkan satu sama lain. 


Toxic marriage atau pernikahan yang toksik lama-kelamaan akan menjadi bom waktu dan akan merusak kondisi mental, emosional, sampai melemahkan kondisi fisik seseorang. 


Ketika pilihannya hanya bisa terus terluka jika memilih bertahan atau merasakan kehilangan karena melepaskan. Keduanya tampak tidak mengenakkan dan jadi dilema di antara dua pilihan, yaitu harus memilih untuk bertahan atau melepaskan.


Dua hal yang bagi saya tidak bisa ditolerir dalam pernikahan yaitu kekerasan dan perselingkuhan. Kekerasan dalam rumah tangga bentuknya bukan hanya masalah fisik saja tetapi juga masalah kekerasan secara emosional atau verbal. 


KDRT secara verbal atau emosional bisa  dengan ucapan yang menyakitkan atau terus-menerus menghukum pasangan dengan mendiamkan atau mengacuhkan pasangan.

 

Pintu perselingkuhan biasanya dibuka dengan sikap pasangan yang menyembunyikan sesuatu baik itu menyembunyikan status pernikahan karena ingin dianggap single dan punya kesempatan untuk mencari sosok idaman selain pasangan sahnya. 


Paling parah jika sudah berhubungan seperti layaknya suami istri. Pokoknya bagi saya "Big No" untuk mentolerir sebuah perselingkuhan.

 


Ciri-ciri Toxic Marriage


Banyak perempuan yang menjalani hubungan pernikahan beracun namun mengabaikan tanda atau ciri-ciri toxic marriage ini. Sering kali perempuan digambarkan sosok yang harus mampu bersabar mempertahankan ikatan suci yang bernama pernikahan. 


Namun, kesabaran yang seperti apakah yang bisa terus ditolerir? Apakah jika pasangannya terus menyakiti hati, tak menghargai, bahkan terang-terangan memiliki perempuan lain harus terus dipertahankan? 


Kenali ciri-ciri pernikahan yang toksik, dari beberapa tanda di bawah ini!


1. Tidak mampu saling memahami pasangan dengan baik

Menganal atau memahami pasangan itu tak hanya sekedar saling mengenal sifat masing-masing tetapi tidak bisa beradaptasi dengan kondisi tersebut.


2. Kurangnya kejujuran atau keterbukaan antar pasangan

Tidak ada batasan jelas atau transparansi antar pasangan sehingga salah satu pihak bisa terus mendominasi atau mengatur sepihak bahkan bisa membohongi pasangannya.


3. Tidak mampu berkomunikasi dengan baik

Jika dalam pernikahan sudah mulai berkurangnya komunikasi dua arah, timbulnya kecemburuan berlebihan, adanya ancaman, selalu menyalahkan, hingga timbul pertengkaran tanpa henti sudah bisa dipastikan bahwa sedang menjalani toxic marriage. 

4. Tidak mampu mengatur waktu atau kondisi finansial dalam berumah tangga

Hidup dalam pernikahan yang beracun bisa menimbulkan bilangnya kebahagiaan keluarga hingga rusaknya mental health.


Jadi, sebaiknya kenali ciri-ciri pernikahan yang toksik agar bisa mengambil langkah tepat sebagai solusinya. Jangan sampai tidak menyadari sedang berada dalam hubungan pernikahan yang beracun atau toxic marriage.



Solusi Menghadapi Toxic Marriage


Bersabar dalam pernikahan, biasanya perempuan cenderung banyak pertimbangan sebelum mengambil keputusan penting dalam hidupnya termasuk dalam mengatasi masalah toxic marriage


Namun, pernikahan bukanlah sebuah hukuman atau penjara yang harus terus berada di dalamnya tetapi jiwa atau raga tertekan menjalaninya. 


Semua keputusan ada di tangan kedua pihak yang menjalani. Saya pernah mendengar kajian Ustaz Rifky Jafar Thalib dalam Chanel YouTube "Sayap Dakwah TV" mengenai "Ketika hanya bisa memilih terluka atau kehilangan?" 


Jawaban ustaz Rifky tersebut menurut saya bisa dijadikan solusi untuk mengatasi konflik dalam pernikahan. Ketika harus memilih antara bertahan atau melepaskan, perlu ada pertimbangan berikut ini!


Apakah masih ada prasangka baikmu terhadap pasangan?


Poin pertama adalah seberapa besar prasangka baik tentang pasangan dalam menjalani kehidupan kehidupan rumah tangga? Sifat manusia itu bisa senantiasa berubah. 


Allah jugalah yang membolak-balikan hati manusia. Kita nggak pernah tahu kapan hidayah itu datang dan bisa saja manusia berubah jadi lebih baik.


Namun, jika dalam hatimu sendiri meragukan bahwa pasangan bisa berubah dan dengan bertahan itu rasanya tidak sanggup, ya semua itu pilihanmu sendiri.


Jangan lupa libatkan Allah dalam mengambil keputusan penting seperti memilih antara melanjutkan pernikahan atau melepaskannya karena keduanya juga punya konsekuensinya masing-masing.


Apakah dengan bertahan dalam pernikahan bisa membuatmu lebih baik?


Satu lagi poin penting yang perlu dipertimbangkan, apakah dengan bertahan dengan pernikahan toksik bisa membuatmu lebih dekat dengan-Nya atau bahkan malah membuatmu mengalami depresi? 


Kondisi stress pada perempuan yang bekepanjangkan bisa menjadi salah satu pemicu depresi. Apakah dengan bertahan itu membuatmu lebih baik? Ada yang bersabar dalam pernikahan hingga akhirnya pasangannya mendapat hidayah dan berubah jadi lebih baik.


Ada yang ikhtiarnya bertahan tetapi Allah berkehendak untuk kehilangan dan selanjutnya menemukan bahwa dengan kehilangan digantikan dengan yang lebih baik misalnya dengan anak saleh yang jadi penyejuk hati.


Hidup itu singkat, jangan sampai menghabiskan waktu dengan orang yang salah seumur hidupmu 


Roda terus berputar,  bisa jadi keadaanmu sekarang adalah kekeliruanmu di masa lalu. Bisa jadi luka dalam pernikahanmu adalah kekeliruanmu sendiri. 


Bisa jadi memang di awalnya keliru memilih pasangan. Kadang sudah ada tanda dari sebelum menikah akan seperti apa pasanganmu kelak. Semua itu konsekuensi atas pilihan atau keputusanmu sendiri sebenarnya.


Jika dihadapkan dengan pasangan yang toksik, apakah sanggup bertahan dengan sikap atau perilakunya saat ini? Jangan berharap pasanganmu berubah takutnya malah kecewa, karena karakter atau sifat sudah melekat dalam dirinya dan tidak semudah itu berubah.


Jika saat sebelum menikah kamu berharap pasanganmu akan berubah setelah menikah, siap-siap saja kecewa. Pilihannya setelah menikah adalah masih bisakah kamu menerima dia seumur hidupmu? 


Hidup itu singkat.  Jangan sampai menghabiskan waktu seumur hidupmu dengan orang yang salah.


Dalam syariat Islam, perceraian itu ibadah


Meski yang namanya perceraian menjadi kegagalan pasangan berumah tangga, bisa menimbulkan dampak yang cukup besar bagi pasangan, anak, keluarga besar ternyata perceraian ini adalah ibadah karena dalam syariat Islam diatur sendiri oleh Allah SWT. 


Tidak seperti pernikahan dalam agama lain yang tidak boleh bercerai karena pernikahan itu hanya bisa dipersatukan atau dipisahkan oleh Tuhan.


Perceraian itu ibadah karena ada syariatnya sesuai aturan yang Allah tetapkan, seperti misalnya ada talak 1,2, atau 3. Ada nafkah terhadap mantan istri atau nafkah iddah dan juga nafkah anak hingga ia dewasa. 


Meski perceraian itu sebenarnya dibenci oleh Allah SW, tetapi menjadi hal yang diperbolehkan jika dijalankan sesuai syariat karena jalan terakhir yang jadi solusi untuk sebuah hubungan toxic marriage adalah berpisah atau bercerai. Meski di sisi lain harus kehilangan pasangan. 


Percayalah bahwa semua yang terjadi adalah ketentuan dari-Nya yang perlu diyakini dan dijalani dengan penuh prasangka baik. Pada akhirnya Kita akan mempu mengambil hikmah dari setiap keadaan jika mampu membaca kebesaran-Nya.


Berbicara tentang membaca, ini  bisa menjadi self healing  dan me time bagi saya. Selain itu, manfaat lainnya adalah bisa membuka wawasan tentang dunia luar. 


Saya punya kenalan sosok inspiratif, seorang  yang multitalented  seperti Blogger Eno, seorang penulis buku  baik penulis buku anak, penulis novel, blogger dan editor freelance . 


Melibatkan Tuhan dalam setiap keputusan itu penting. Selain itu cobalah berpikir realistis. Jangan sampai kehilangan logika atas nama cinta lalu memilih terus menerus terluka, kemudian menghancurkan diri sendiri.


Toxic marriage, bertahan dalam luka atau mengikhlaskan kehilangan. Sekali lagi dalam memutuskan sebuah pilihan jangan lupa libatkan Tuhan dengan berdoa meminta dipilihkan jalan yang terbaik.  Bagaimana dengan pendapat Sahabat?



Salam,








18 comments

  1. Toxic marriage akan berpengaruh pada tumbuh kembang psikologi anak..
    Berbeda dengan toxic relationship yang akan berimpact pada masing - masing personal yang terlibat.

    Kadang kala kita harus berani memutuskan demi kebaikan bersama terutama anak. Yang pasti melibatkan Tuhan dalam setiap keputusan adalah jalan paling benar dari semuanya.

    Semangat teteh..

    ReplyDelete
  2. Hidup itu pilihan ya, mau bertahan atau mengikhlaskan. Sayangnya ketika sudah punya anak. Hidup tidak lagi sesederhana memilih 2 hal itu.
    Ada banyak single mom yang setelah mengiklaskan pun, tetap nggak bisa meraih kebahagiaan seperti yang diinginkan.
    Kebanyakan adalah single mom dengan anak, yang terpaksa pulang ke rumah ortu bawa anak, lalu makin stres tinggal bareng ortu

    ReplyDelete
  3. saya pernah nyimak tausiah ust Aam Amirudin yang bilang pernikahan adalah ibadah seumur hidup. atau lebih lama dari ibadah lainnya (puasa, sholat dll)
    Tapi gimana kalo ibadah seumur hidup tsb diwarnai toxic marriage
    Kalo belum terlalu parah dan memperbaiki diri sih, pernikahan akan menjadi ibadah yangv sukses, diridhoi Allah karena sakinah mawadah warohmah

    ReplyDelete
  4. Saya kalau membaca, dengar atau melihat sendiri tentang toxic married tuh selalu bergetar dan merinding. Efeknya sangat panjang soalnya. Bukan hanya ke diri sendiri (suami ataupun istri) tapi juga ke anak-anak. Dan itu luar biasa karena kasusnya bisa menyebar dan menimbulkan (banyak) perkara baru, seperti perselingkuhan, stress dan anak-anak broken home.

    Jika memohon kepada Allah SWT tak maksimal, lebih baik mencari pemecahan dengan dukungan professional. Bisa ke psikolog, psikiater, orang yang dituakan dan mampu memberikan nasehat bagi kedua belah pihak atau ke ahli agama. Jika perjuangannya tak menghasilkan apa-apa yah apa boleh buat perpisahan seharusnya jadi jalan terbaik.

    Semoga kita dijauhkan dari toxic marriage ya Li.

    ReplyDelete
  5. kalo masih bisa diperbaiki, sebaiknya diperbaiki yaa, didiskusikan apa yang menjadi masalah dan kemudian dicarikan jalan keluarnya. tapi kalo hubungannya sudah saling menyakiti, menurut saya baiknya memang berpisah apalagi bila keadaan itu sudah disaksikan oleh anak-anak

    ReplyDelete
  6. Kalau sudah sesuatu yang toxic sebaiknya dijauhinya. Sambil berdoa juga kepada-NYA untuk mengambil jalan terbaiknya, karena setiap orang berhak untuk berbahagia

    ReplyDelete
  7. Bertahan dalam luka atau mengikhlaskan...sebuah dilema tapi memang toxic marriage menyiisakan pilihan ini. Kakak kandungku ketika hampir kehilangan nyawa karena KDRT baru memutuskan untuk mengikhlaskan, setelah 20 tahun pernikahan ituuu huhuhu. Semoga mereka yang mendapat ujian seperti ini, bisa mendapatkan keputusan yang terbaik

    ReplyDelete
  8. Wah iya, kasihan banget kalau jadi korban toxic marriage
    Harus berani bersikap dan mengambil keputusan

    ReplyDelete
  9. Pasangan yang toksik ini mengerikan sih ya...
    Yang ada, jiwa dan raga serasa gak bernyawa lagi. Kalau masalah sekali dua kali datang dalam hidup, masih dalam tahap wajar. Tapi kalau berlarut-larut dan sulit untuk dipertemukan jalan keluar terbaiknya, lebih baik berpisah.

    Semoga dengan berpisah, bisa kembali menemukan yang namanya kebahagiaan.

    ReplyDelete
  10. Suka kata terakhir selalu melibatkan tuhan dalam pengambilan keputusan .jangan berdasarkan ego ataupun sakit hati

    ReplyDelete
  11. Ada beberapa langkah dan opsi yg bisa diambil.
    Yg jelas, selalu libatkan Tuhan.
    Semoga kuaatt utk mereka yg sdg berada d hububgan toxic

    ReplyDelete
  12. pro kontra banget sih ini ya mbak di masyarakat, bahkan sampai sekarang ini. apa yang menjadi pertimbangan kita, bisa jadi bukan apa yang dipikirkan orang berada dalam hubungan ini. ya memang balik lagi, semua adalah keputusan masing2 :')

    ReplyDelete
  13. Pelukkk Mbak Liaa... Don't worry, be happy!
    Semua yang ada di dunia ini cuma sementara, begitu pula dengan yang namanya jodoh atau pasangan hidup. Ibarat barang, ada masa expired yang Allah berikan. Expired-nya ini bisa dalam bentuk kematian, atau berpisah dalam keadaan masih hidup. So.. let it go...

    ReplyDelete
  14. Saya termasuk yang mengalami toxic marriage dan babak belur lahir batin dengan psikosomatis akut. Lebih memilih meninggalkan pernikahan. N I'm more happier now setelah 2 tahun lebih cerai dan masih dalam rawat jalan konseling dengan psikolog😎

    ReplyDelete
  15. Kalau dihadapkan dengan kondisi toxic marriage pasti menimbulkan dilema, antara bertahan atau melepaskan ya Mbak...

    Saat mengambil keputusan pasti sudah paham konsekuensinya. InsyaAllah ada hikmah kehidupan dari kejadian itu

    ReplyDelete
  16. semoga bisa dijauhkan dari yang namanya toxic marriage. karena pernikahan yang toxic itu akan memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak. kasihan, anak akan jadi korban.

    ReplyDelete
  17. sebuah kondisi di persimpangan, yang mengharuskan kita untuk memilih.. dalam Islam kita dianjurkan shalat Istikharah sebelum memutuskan. kalau saya pribadi, selain istikharah juga lakukan analisa ( ala-ala analisa SWOT ) jadi kayak direview lagi plus minus, kekuatan dan kelemahan dan semua hal yg berkaitan jika sebuah keputusan dibuat.
    tetap hasil akhirnya kembali kepada kita sendiri, dan siap dengan segala konsekuensi dari sebuah keputusan yang telah diambil

    ReplyDelete
  18. pastinya pilihan yang sulit ya Mbak, antara melepaskan atau bertahan, banyak hal yang perlu dipertimbangkan, terlebih lagi hati.
    setuju, selalu libatkan Allah dalam segala hal karena dariNYA lah semua terjadi, Allah Maha Membolak-balikkan hati manusia.

    ReplyDelete

Terima kasih atas kunjungannya. Moderasi komentar saya aktifkan, ya. Komentar akan muncul setelah saya setujui. Mohon tidak berkomentar sebagai anonim atau menyertakan link hidup. Link hidup akan saya delete. Maaf jika ada komentar yang belum terbalas.