![]() |
Dark Social, via freepik.com dan canva.com |
Bayangkan ketika kamu sedang scroll timeline kemudian ada teman yang mengirim link promo menarik di grup WhatsApp keluarga, bukan di Facebook, Twitter atau LinkedIn kemudian membeli barang yang ada di promo tersebut. Hal ini disebut dengan fenomena Dark Social, cara sebuah brand menjangkau audiens tersembunyi di tahun 2025.
Ketika kamu klik link promo yang disebarkan melalui WhatsApp tadi, kemudian kamu tertarik dan membelinya. Kira-kira apakah brand tahu jika pembelianmu berasal dari percakapan WhatsApp tadi? Jawabannya, hampir mustahil. Nah, seperti inilah gambaran dark social media.
Dark social adalah istilah untuk traffic yang datang dari kanal “tertutup” seperti WhatsApp, Telegram, DM Instagram, atau email. Berdasarkan data dari RadiumOne menyebutkan bahwa lebih dari 80% share link di dunia maya terjadi melalui dark social, bukan dari media sosial terbuka. Tren ini makin nyata di 2025, terutama di Indonesia di mana budaya grup chat begitu kuat.
Bagi marketer, hal ini ibarat pedang bermata dua, di satu sisi, engagement tinggi. Di sisi lain, sulit sekali melacak data secara akurat.
Kenapa Dark Social Jadi Tantangan Besar?
Sederhananya, dark social menciptakan blind spot bagi strategi digital marketing. Jika brand hanya mengandalkan dashboard analytic standar.
Ada beberapa alasan mengapa Dark Social jadi tantangan besar, di antaranya :
1. Tidak diketahui secara pasti dari mana traffic sebenarnya datang.
2. Seberapa besar efek share di grup chat terhadap penjualan?
3. Bagaimana pola interaksi audiens di kanal tertutup?
Contoh sederhananya seperti ini, ada sebuah UMKM kuliner membuat promo di Instagram. Link promo itu ternyata viral di grup WhatsApp komunitas lokal.
Banyak orang akhirnya membeli produk tersebut, tetapi data pada dashboard hanya menunjukkan “direct traffic”. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi grup WhatsApp sama sekali tidak tercatat. Hal inilah yang membuat banyak perusahaan salah membaca performa kampanye mereka.
Strategi Menjangkau Audiens pada Dark Social
Meski sulit dilacak, dark social bukan berarti tidak bisa dioptimalkan. Justru di sinilah marketer ditantang lebih kreatif. Ada beberapa strategi yang mulai populer di tahun 2025, di antaranya :
Membuat konten yang mudah dishare
Konten ringan, personal, dan relevan dengan percakapan sehari-hari biasanya lebih sering dibagikan. Misalnya meme, micro-video, atau tips praktis yang hanya butuh 10 detik untuk dicerna.
Gunakan link shortener dengan tracking
Meski tidak 100% akurat, ini bisa memberi gambaran channel mana yang menghasilkan klik terbanyak.
Retargeting melalui iklan digital
Dengan retargeting melalui iklan digital, banyak brand menemukan jalan keluar. Banyak perusahaan kini memanfaatkan jasa iklan Google untuk melakukan retargeting terhadap user yang datang dari sumber “tak terlihat.”
Dengan demikian, meski percakapan terjadi di kanal tertutup, brand tetap bisa mengonversi traffic itu menjadi penjualan yang terukur.
Strategi retargeting ini efektif karena audiens dark social biasanya sudah “hangat”, mereka datang dari rekomendasi teman atau komunitas, bukan sekadar scroll acak di timeline.
Peran Teknologi Cloud dalam Mengelola Data
Tantangan berikutnya adalah data management. Percakapan melalui dark social menghasilkan jejak digital yang besar, tersebar, dan sifatnya real-time. Perusahaan butuh infrastruktur yang bisa mengolah data cepat tanpa khawatir server jebol.
Oleh karena itu, banyak bisnis di Indonesia mengandalkan cloud provider Indonesia untuk menjaga fleksibilitas sekaligus memastikan kepatuhan pada regulasi lokal. Dengan cloud, data dari berbagai kanal bisa dipusatkan, dianalisis, lalu dipakai untuk memperkuat strategi marketing tanpa harus mengkhawatirkan soal kapasitas server.
Selain itu, cloud juga memudahkan integrasi dengan AI analytics. Jadi, pola share link di grup WhatsApp, misalnya, bisa dipetakan lebih baik. Hasilnya adalah keputusan marketing lebih tajam, meski sumber traffic tidak terlihat secara langsung.
WhatsApp Business API dan Dark Social
Beberapa brand di Indonesia mulai serius menggarap dark social melalui WhatsApp Business API. Ada beberapa keunggulan API, yaitu:
1. Mengirim katalog produk langsung ke customer
2. Menyediakan layanan customer support otomatis.
3. Merekam data interaksi (dengan izin pengguna).
Ketika strategi ini dikombinasikan dengan retargeting digital ads dan cloud analytics, efeknya luar biasa. Misalnya, sebuah startup F&B lokal berhasil meningkatkan repeat order 30% hanya dengan mengoptimalkan kampanye yang awalnya viral di grup WhatsApp komunitas pecinta kuliner.
Bukan Blind Spot, tapi Kesempatan
Dark social memang membuat banyak marketer frustrasi. Namun, jika dilihat dari sisi lain, justru di sinilah percakapan paling organik dan jujur terjadi. Orang lebih percaya rekomendasi teman di grup WhatsApp daripada iklan billboard besar.
Brand yang cerdas akan berhenti melihat dark social sebagai “blind spot”, dan mulai menganggapnya sebagai kesempatan emas. Kuncinya ada dua, yaitu:
1. Strategi digital marketing yang adaptif, misalnya memanfaatkan jasa iklan Google untuk menjangkau audiens tersembunyi.
2. Infrastruktur data yang kuat, dukungan dari cloud provider Indonesia agar proses analisis tetap scalable dan patuh regulasi.
Itulah fenomena Dark Social dan cara brand menjangkau audiens tersembunyi di tahun 2025 ini. Pada akhirnya, siapa yang paling cepat beradaptasi dengan pola komunikasi baru ini, dialah yang akan memenangkan hati konsumen di era digital 2025.
Salam,
Beneeer , aku juga lebih tertarik membeli sesuatu ketika yg merekomendasikan teman atau orang yg aku kenal di wa atau dm. Jadi tahu kalo itu namanya dark social mba. Biar bagaimanapun rekomendasi dari orang yg dikenal, lebih terpercaya sih, walaupun ternyata itu ga bisa dilihat traffic nya dari mana ya..
ReplyDeleteTapi strateginya yg membuat konten fresh dan ringan, itu juga ngaruh. Aku sendiri lebih suka lihat iklan yg ga seperti iklan. Tapi dikemas dengan video lucu, macam kontennya Denny sumargo atau karmology .
Ahaha pantesan tu ya kita di wag lagi ngobrolin apaan, ternyata pas buka sosmed lain misal IG, FB tu ada iklan yang kita obrolin.
ReplyDeleteBegitu pula dari saling mereply komen di sosmed. Sampai2 berpikir nih apa ada mata2 di sekitar kita, bahkan yang kita pikirin aja kadang muncul iklannya =))
Nah yaa, makanya karena percakapan itu kyknya sebuah marketing organik akhirnya muncul deh org2 yang manfaatin sosmed jadi influencer gitu. Tapi sayangnya sekarang tu gak semua organik ya. Ada pula like komen tu hasil beli, jadi kyk makin susah menilainya. Ini tantangan banget keknya buat yang ngurusin market hehe :D
Fenomena dark social ini menurutku satu kesempatan baik untuk meningkatkan penjualan. Sekarang peminat lebih cenderung mau melakukan pembelian karena melihat siapa yang share atau dimana menemukan informasi itu.
ReplyDeleteSedangkan Whatshaap salah satu chanel informasi yang lebih personal. Tentu membawa kepercayaan tersendiri. Setuju dengan fenomena ini jadi suatu kesempatan, apalagi dengan support Cloud service provider. Jadi kalimat "bukan blind spot, tapi kesempatan" adalah sangat tepat.
Setuju pake banget dan fenomena Dark social ini dimanfaatkan secara masif oleh brand-brand besar dengan mengadakan campaign convo, ngobrol santai di WA grup senatural mungkin berujung CTA ke sebuah link singkat yang bisa di tracking berapa yang klik, dkk.
ReplyDeleteMemang ya di era digitalisasi ini mesti jeli lihat peluang.
Iya sekarang sering banget bertukar link pembelian produk via grup chat. Karena emang rekomendasi orang yang udah beneran pake itu lebih terpercaya. Buri tau kalau yang kaya gt sulit dilacak.
ReplyDeleteIde membuat konten yang mudah di share itu benr sih. Jaman sekarang orang-orang hobi share sesuatu yang unik dan menarik.
Ini kayak 11-12 mendeteksi trafic blog gak sih Teh? Semisal link blog kita share di WA, jadinya gak kedetect pembacanya dari mana?
ReplyDeleteJadi ya seperti itu juga, semisal ada link promo penjualan produk, si empunya produk gak bisa mendeteksi dari mana si calon pembeli mengetahui produknya. Tapi ya, gak apa juga lah ya, yang penting produknya dikenal lebih jauh dan pangsa pasarnya lebih luas kan
Topik yang sangat menarik. Aku baru ngeh dengan adanya dark social sebagai marketing. Pembahasannya runut dan mudah dipahami, membuat pembaca jadi berpikir, iya juga ya. Kalau dikaji lebih jauh dark social ini menarik, ada dan menjanjikan tapi kurang bisa dipantau. Memang perlu strategi agar dark social lebih optimal lagi. Aku dari jurusan marketing, tapi karna lulus lama sudah ketinggalan banyak ilmu di era digital ini. Dulu kuliah masih jaman marketplace itu cuma Alibaba dan kawan-kawannya, Shopee dan kawan-kawan belum lahir apalagi istilah dark social ini. Jadi belajar banyak :)
ReplyDeleteSetuju, saya pun lebih cenderung mendengar testimoni orang-orang daripada melihat atau dengar iklan. jadi semacam promosi dari mulut ke mulut ini yang kekuatannya lebih ampuh menurut saya
ReplyDeleteSepertinya emmang trend ini yang sedang marak digunakan beberapa teman yang menjalankan afiliasi mbak. Mereka kerap membagikan link e-commerce ditambah dnegan keterangan yang menarik, sehingga pembaca statusnya melanjutkan menuju link yang direkomendasikannya, cocok dengan harapan, beli deh
ReplyDeleteGetuk tular kalau istilahnya jaman dulu, orang lebih percaya pengalaman pribadi seseorang untuk membeli sebuah produk, apalagi jika yang merekomendasikan orang dlama lingkar terdekat
wah saya baru tahu isitlahnya tapi paham konsepnya emang benar membingungkan dari dulu karena sulit di deteksi, ini jadinya pr baru ya jatuhnya buat para pelaku usaha dan para digital marketing sejenisnya
ReplyDeleteSaya baru tahu soal fenomena dark Social ini. Dan saya sering dpat link-link promo. Kalau barang ayng ditawarkan memang saya butuhkan dan harga terjangkau, kadang saya beli. Dan menurut saya lewat dark social ini, cukup jitu ya, apalagi pengguna whatsapp di Indonesia juga banyak. ya, kekurangannya, tidak bisa dilacak datanya. Dari sisi konsumen, saya tidak masalah, selama apa yang ditawarkan sesuai.
ReplyDeleteWhatsapp bisnis mungkin bisa yaa dijadikan alat untuk memainkan social dark ini. Tapi memang betul sih mba, saya juga biasanya suka dikirimin link dari teman dan karena percaya atau gak enak kalau menolak biasanya jadi suka dicoba aja.
ReplyDeleteAda banyak cara untuk tetap populer di ranah maya
ReplyDeleteBahkan metode dark social ini pun saya baru ngeh juga kalau ada
Cuma kadang mau mikir jauh soal CTA mereka, kepalaku sudah pusing haha
Mungkin minatku tak sampai ke sana jadi menikmati dan mengevaluasi saja fenomena yang ada
Biarpun nggak tau traffic-nya datang dari mana, yang penting salesnya naik nggak sih? Wkwk. Nggak gitu juga kali ya pemikiran para digital marketing? Hehe. Jujur memang lebih nyaman dan merasa aman kalau dishare link langsung lewat WA atau DM sama orang yang udah kita kenal dan percaya, terus produknya dia rekomendasikan ke saya.
ReplyDeleteBanyak banget strategi dalam pemasaran produk atau jasa ya mbak. Aku baru paham dengan istilah dark social. Memang lebih efektif ketika kita beli produk dari rekomendasi teman atau kerabat
ReplyDeleteIni termasuk strategi marketing, tapi nama istilahnya pake dark jadi kesannya agak negatif yaa. Padahal kan tak melanggar aturan ya heuheu..
ReplyDeleteMemang sih klo pemasaran dr org yg udh dikenal misal dalam satu grup WA itu lebih meyakinkan ya. Apalagi klo dlm WAG udah pernah ada yg coba produknya jd bisa kasih testimoni
Baru nemu ada istilahnya ternyata ya, dark social. Vibesnya kayak serem-serem gimanaaa gitu, hehehe.
ReplyDeleteTapi ini bisa jadi senjata yang cukup bagus sih menurutku. Misalnya ih ya promo daging, itu aku kadang minta tolong share ke grup2 RT, sekolah atau keluarga gitu biar dapet diskon. Nah, ini ternyata cukup powerful juga lho impactnya