Showing posts with label Cerpen. Show all posts
Showing posts with label Cerpen. Show all posts

Reuni, Tak Hanya Melepas Rindu

Pic by Pinterest

Aster kebingungan ketika harus memilih baju apa yang harus ia kenakan besok? Suaminya, Adi hanya tersenyum melihat tingkah istrinya yang mengobrak-abrik isi lemari. Ia sadar selama ini Aster sudah nyaman dengan pakaian kebanggaan para Emak sedunia, yaitu daster.

Adi melihat raut kecewa diwajah istrinya. Ia pun paham, sejak lama istrinya belum membeli baju baru. Tadinya Adi akan membeli sepatu baru untuk dipakai ke tempat kerjanya karena sepatu yang ia kenakan seringkali basah menembus kakinya saat hujan tiba, tapi ia tak ingin istrinya bersedih.

"Ayo Kita jalan-jalan! Ayah ada rezeki, Ibu bisa pilih baju dan kerudung baru buat dipakai reuni esok," ucap suaminya.

Aster bahagia tak terkira. Ia cepat-cepat berganti pakaian dan mengajak Rosa putrinya menaiki motor vespa andalan suaminya. Meski kadang Aster kurang suka naik vespa apalagi kalau mesinnya tiba-tiba berhenti di tengah jalan.

Ia sadar, suaminya hanyalah pegawai pabrik biasa. Meski Aster dulu seorang pegawai bank yang modis kini penampilannya jauh dari kata modis. Tak apalah yang penting keluarnya bahagia meski hidup sangat sederhana.

Aster rela meninggalkan kehidupan mewah keluarganya dulu demi Adi yang selalu ada untuknya. Pria sederhana teman kuliahnya dulu, pria baik dan penuh tanggung jawab meski harus bekerja keras agar bisa membiayai kuliahnya.

Ia tersenyum ketika suaminya meminta untuk membeli baju. Sebuah gamis sederhana berwarna tosca, warna kesukaannya. Sebenarnya ada rasa ragu dihatinya untuk menghadiri reuni. Pasti  mereka akan membicarakan kesuksesannya masing-masing.

Sedangkan ia merasa bukan apa-apa di hadapan mereka. Aster kini hanyalah wanita biasa yang kesehariannya mengurus anak dan full time ada di rumah. Sudahlah ia pun ikhlas dengan keadaan ini.
Akhirnya reuni pun tiba. Seperti yang ia kira, penampilannya kini seperti menuai kontra di kalangan temannya.

"Ini beneran Aster, kan? Beda banget, ya. Enggak nyangka pakai gamis biasanya kan pakai rok mini waktu jadi teller bank dulu. 

Dunia memang banyak berubah, ya," ucap Lulu rekannya saat bekerja di bank dulu.

"Iya, Lu. Aku sudah berhijrah sekarang." 

Aku menanggapinya dengan senyum, meski kutahu mereka seperti memandangku sebelah mata.

Percakapan pun membicarakan kehidupan pribadi masing-masing. Marni, teman sekelasnya waktu SMU kini terlihat berbeda sekali. Dulu masih culun, kini cantik, seksi bak artis. Ia hanya mampi sebentar lalu pulang lagi.

"Ah, pantes aja kayak gitu. Lihat dong hidupnya. Istri keempat pejabat, pantes kerjanya cuman shopping sama nyalon," ujar Arti sambil merasa iri dengan kehidupannya.

Semakin tak nyaman dengan pembicaraan ini, Aster berpikir untuk pulang saja. Rosa memang sedang berada di rumah ibunya. Jadi ia tenang karena anaknya ada yang menjaga.

Ia buru-buru pamit pulang kerena ternyata gerimis pun jatuh membasahi bumi, tapi seseorang menghentikan langkahnya. Aster menepis tangan seorang pria yang menggenggam tangannya.

"Rico ...?!" Tanya Aster keheranan. 

Bukankah Rico sedang berada di Jerman? Dulu ketika Rico mengajak Aster pacaran, ia menolaknya karena sudah dipinang Adi.

Aster mendapatkan kedua matanya berpandangan dengan Rico. Ia mengucap istigfar, dari cerita mereka tadi, ia tahu bahwa Rico sudah bercerai dengan istrinya karena istrinya selingkuh.

Rico menatap Aster dengan tatapan penuh cinta, hal inilah yang membuat Aster tak enak hati ...

Gerimis pun menyentuh taman hati Aster. Ia sempat menaruh hati pada Rico sebelumnya. Ia gemas karena lelaki ini tak pernah mengucapkan kata serius untuk menjalani sebuah hubungan.

Aster mengucapkan kalimat istigfar dalam hatinya. Ia teringat putrinya, Rosa dan Adi suaminya. Meski terkadang orang tuanya kurang respek pada Adi karena pekerjaannya hanya sebagai buruh pabrik.

Bagiku Adi adalah lelaki terbaik yang dipilihkan Tuhan untuknya. Ia mengingat semua kebaikan suaminya. Senyum teduhnya tak mungkin ia khianati demi seseorang di masa lalu.

Aster lalu menjauh dari Rico. Ia mengucapkan maaf dan menepi dari gerimis yang sempat membuatnya terkenang masa lalu.

Gerimis pun masih membasahi taman hati Aster, kini pelangi muncul selepas hujan setelah Adi datang dengan senyuman.

"Maaf, vespanya mogok di jalan. Aku telat menjemputmu." Aster melihat sepatu Adi yang kebasahan, ternyata sepatunya bolong. Ia ingat kemarin Adi menyuruhnya membeli baju baru padahal sepatunya sudah bolong.

Ah, suamiku ... maafkan Aku!

Aster pun membalas senyum Adi dengan penuh cinta. Baginya setelah acara reuni tadi. Reuni tak hanya melepas rindu di masa lalu, tapi juga untuk mensyukuri semua yang ia punya.

Bukan harta berlimpah yang dia miliki, keluarga yang sangat ia cintai dan juga mencintainya.

Harta yang paling berharga adalah keluarga. Istana yang paling indah adalah keluarga.

***

Salam,

Leannie Azalea
Kota Kembang, 26 Maret 2019









Terdesak




Namaku Tania, usiaku kini menjelang seperempat abad. Aku putri pertama dari dua bersaudara, adikku juga perempuan. 

Adikku tercatat sebagai siswi kelas 2 SMA swasta di kota kelahiran kami. Orang bilang aku imut-imut, mungkin karena tinggiku hanya 148 cm, wajahku tirus dan berat badanku dibawah 50 kg. Bahkan adikku saja lebih bongsor dari pada diriku.

Sejak dua tahun yang lalu aku menikah dengan lelaki pilihan ayahku, Andika. Meski sudah menikah dua tahunKami
lamanya, kami belum diberikan anugerah buah hati. Aku dan suami sebenarnya merindukan kehadiran sang buah hati, namun kami ikhlas kalau ternyata Dia belum memberikan apa yang kami harapkan.

Andika tadinya adalah seorang marketing produk properti, namun perusahaan yang menaunginya kini tengah gulung tikar. Terpaksa ia dan juga karyawan lainnya di rumahkan alias di PHK. Kehidupan harus terus berjalan. 

Andika berusaha memenuhi kebutuhan hidup kami. Ia mengajukan berbagai lamaran kerja, namun semuanya belum berbalas, hanya sekedar telpon untuk interview kemudian seperti ditelan bumi, tak ada lagi kabar selanjutnya.

Andika hanya pasrah, ditengah rasa jenuhnya karena tidak bekerja dan hanya di rumah saja, ada kabar mengenai lowongan pekerjaan untuknya, sebagai bartender di sebuah cafe.

"Bro, gimana kabarnya?" tanya Gani, suaranya sayup-sayup kudengar dari gawainya Mas Andika.

"Kabarku baik, hanya saja aku belum mendapatkan pekerjaan kembali setelah perusahaanku gulung tikar", jawab Andika lirih.

"Sebenernya di cafe tempat kerja Gani butuh karyawan buat posisi bartender, ada yang mengundurkan diri karena pindah ke luar kota." Gani memberikan informasi mengenai lowongan kerja ditempatnya.

"Ok, makasih banyak infonya, Bro. Butuh banget kerja ni, kalau terus-terusan nganggur nanti istri makan apa. Segera surat lamaran kerja disipakan ya, nanti titip dirimu ya. Tolong berikan ke bagian HRD, ok!" ucap Andika.

"Siap, pasti Gani bantu dong, Bro". Gani mengiyakan permintaan Andika.
Meski pekerjaan sebagai bartender sebuah cafe bisa dibilang baru untuknya, Andika menyanggupi, semua hal bisa dipelajari dengan belajar. Itu prinsipnya Andika.

"Alhamdulillah ya, Mas. Akhirnya ada titik terang juga, aku kasihan melihatmu melamar kerja ke sana ke sini tapi belum ada hasilnya," ucapku bersemangat.

"Doakan selalu suamimu ya, Dek!" Andika tersenyum memadang teduh wajah ayu istri tercintanya.

Tania bersyukur sebentar lagi Andika bisa kembali bekerja. Terkadang ada rasa sedih menyelimuti hatinya melihat sang suami hanya bertumpang dagu kemudian hening, menatap langit biru. Kosong, pandangan matanya menerawang tak tentu arah.

"Syukurlah sebentar lagi Mas kembali bekerja," ucap Tania sambil memperlihatkan binar matanya yang bening

Tiga hari kemudian Andika mendapatkan panggilan kerja di cafe tempat Gani bekerja. Keesokan harinya Andika resmi bekerja di Cafe sebagai seorang bartender, atau peracik minuman. Hanya saja dia kebagian sift sore artinya dia berangkat kerja pukul 04.00 WIB kemudian pulang pukul 24.00 WIB.

Sebagai seorang istri, Tania khawatir saat Andika pulang larut malam. Pikirannya mengembara ke mana-mana, ada kekhawatiran yang menyelimuti hati kecilnya. 

Di satu sisi, Tania bersyukur suaminya mendapatkan pekerjaan tapi di
sisi lain, Tania mengkhawatirkan resiko pekerjaan suaminya yang baru.
Selang satu bulan, tiba saatnya awal bulan yang dinantikan semua istri. Ya, tanggal gajian tentunya. 

Andika akan pulang larut lagi, Tania menyiapkan dirinya agar sewaktu suami pulang, Tania bisa menyambut Andika dengan memperlihatkan senyum paling manis.

Tania melirik jam tangannya, sudah jam 02.15 pagi, biasanya Andika pulang ke rumah jam 24.40 WIB karena perjalanan dari rumah ke tempat kerja menghabiskan durasi 40 menit.

Tania mulai gundah. Tangan kanannya di remas-remas beberap kali. Dia
melangkahkan kakinya ke depan dan ke belakang secara bergantian, meskipun bola matanya tengah meredup, Tania berusaha tetap terjaga demi menyambut kedatangan Andika.

Pintu rumah terbuka. Terdengar derap langkah kaki seorang lelaki masuk ke rumah mungil nan cerah terlihat dari warna dinding rumah yang penuh warna ceria. Andika menjatuhkan badannya di sofa, Tania hanya memandang wajah suaminya. Begitu Tania mendekati sang suami tercium aroma lekat dari minuman yang teramat mengganggu penciumannya. 

Sepertinya Andika Mabuk. Tania tak menyangka hari ini dia akan bertengkar untuk yang pertama kali dengan lelaki yang menjadi panutannya.

"Coba jelaskan kenapa semua ini bisa terjadi, kenapaaa?!" tanya Tania sambil menahan amarah yang bersemayam di hatinya.

"Maaf istriku, aku hanya terdesak keadaan ... " jawab Andika 

"Maksudmu?! Aku tak mengerti mengapa dikatakan terdesak, Haah!" tiba-tiba intonasi Tania meninggi.

"Iya, Aku hanya mendengarkan saran temanku saja, cuman seteguk kok, hanya setetes minuman itu menyentuhku," jawab Andika.

"Bagaimana mungkin hanya seteguk sedangkan nafasmu, bajumu beraroma alkohol begini!" protes Tania

Tania benar-benar kecewa dengan Andika, bagaimana mungkin ia mengatakan dirinya terdesak kemudian memilih minum minuman yang memabukkan dirinya.

Si Cantik

Cerpen Si Cantik
Si Cantik,
via freepik.com




Daisy seorang gadis kecil putri semata wayang di keluarganya sedang merengek minta jalan-jalan.


Daisy merasa ibunya terlalu sibuk bekerja. Ayah Daisy bekerja sebagai pilot di pesawat milik pemerintah. Ayah juga hanya pulang ke rumah saat cuti saja dan itupun bisa dihitung pertahunnya berapa kali.


Daisy akhirnya bisa membujuk ibunya untuk meluangkan waktu menemaninya jalan-jalan ke taman di dekat apartement yang mereka tempati. Raut wajah ibu terlihat suram, berbeda dengan Daisy terlihat sangat gembira. 


Ibu duduk termenung di bangku taman, sedangkan Daisy berlari dengan ceria,tiba-tiba Daisy menabrak seorang nenek tua yang membawa sebuah boneka. Daisy meminta maaf karena tidak sengaja menabrak nenek tadi.


"Tak apa-apa Cu, penglihatan nenek juga sudah kabur jadi tak melihat engkau berlari ke arah nenek" senyum nenek pada Daisy.


"Nenek mau ke mana, kenapa sendirian di sini?" tanya Daisy 


"Nenek menunggu cucu, nenek kangen sama dia."jawab nenek pilu.


Daisy melirik ke arah boneka yang dipegang nenek. Cantik juga boneka itu pikirnya. Nenek itu memberikan boneka tadi untuk Daisy.


Daisy senang bukan kepalang menerima pemberian  boneka cantik tadi, sebaliknya nenek tadi tersenyum mengeringai.


"Mama ... Daisy dikasih boneka ini. Namanya Si Cantik. Cantik, kan, Ma?" Daisy pun menunjukan boneka pemberian nenek.


"Nenek yang mana?"tanya ibunya keheranan.


Saat Daisy melihat ke belakang, ia tak melihat sosok nenek tadi. Daisy tak peduli, hatinya senang karena memiliki teman baru yaitu "Si Cantik".


***
 
Setelah kembali ke rumah, Ibu meminta izin pada Daisy untuk kembali ke kantor. Meskipun saat ini weekend, namun Ibu tetap pergi ke kantor, alasannya banyak pekerjaan yang belum rampung. 


Daisy harus menelan kekecewaan karena ditinggal pergi ibunya. Ia tinggal di rumah dengan Bi Warti. Berhubung putri Bu Warti sedang melahirkan tadi pagi ia meminta cuti untuk menemani anak juga cucu pertamanya.


Daisy sendirian di rumahnya. Bukan pertama kali ia mengalami hal ini. Rumahnya yang besar juga megah membuatnya merasa dingin, Daisy rindu keceriaan, kebahagiaan juga kehangatan cinta dan kasih sayang terutama dari kedua orang tuanya.


Sepanjang malam Daisy tidak bisa tidur. Ia tidur di sebuah kamar yang cukup besar dan hanya sendiri. Eh tidak sendiri tapi ditemani bonekanya, "Si Cantik" ia dekap dalam tidurnya. "Met bobo Cantik"


Si Cantik melepaskan diri dari dekapannya Daisy. Ia tersenyum meneringai. Si Cantik kemudian turun dari tempat tidur Daisy.


Perlahan ia berjalan selangkah demi selangkah menuju ke luar. Si cantik membuka daun pintu dan berjalan menuju beranda kamar apartement. 


Si Cantik memandang bintang terang di malam itu. Ia pun bergumam pada dirinya sendiri. 


"Tenanglah Chantika, kita telah menemukan mangsa baru ..."


Dalam tidurnya Daisy bermimpi bertemu dengan seorang gadis yang mendekap Si Cantik. Gadis itu mengajak Daisy berkenalan dan mengulurkan tangannya.


"Perkenalkan namaku Chantika, akulah pemilik boneka ini. Boneka yang diberi nama Si Cantik. Aku titipkan Si Cantik sama kamu ya..." Chantika tersenyum datar.


"Aku Daisy, senang bisa kenalan sama Chantika. Aku sebenarnya butuh teman, aku kesepian. Kamu mau ya jadi temen aku?" ujar Daisy.


***

"Daisy... Bangun, Nak! Waktunya sekolah, jangan sampai telat ya!" Suara ibu memecah keheningan di kamis pagi.

 
"Yah ibu... Daisy masih ngantuk sebenernya." Daisy pun beranjak bangun dan bersiap-siap pergi ke sekolah.


Daisy harus menerima kenyataan bahwa ibunya lagi-lagi pulang malam, Mba Warti hanya datang pagi-pagi menyiapkan sarapan, beres-beres rumah, siang menyiapkan makan siang untuk Daisy dan datang malam hari untuk menyiapkan makan malam. 


Biasanya Bi Warti menginap di rumah Daisy namun semenjak anak semata wayangnya melahirkan, Bi Warti keberatan menginap di rumah dan ibupun izinkan Bi Warti datang sewaktu-waktu saja di rumah. 


Tinggallah Daisy sendirian, sendiri dalam rumah besar yang sepi. Daisy hanya menghela napas panjang.


***

Waktu berlalu dan tidak terasa kini maghrib telah tiba. Daisy menghela nafas lagi karena ibu juga Bi Warti belum datang ke rumah.


"Untunglah ada Si Cantik jadi aku tak merasa sendiri" ujar Daisy.


"Loh, kok, Si Cantik engga ada ya di kamarku, kok bisa? Kemana kamu bonekaku?" tanya Daisy dalam hati.

Daisy mulai mencari keberadaan Si Cantik di dalam rumahnya, namun ia belum menemukan tanda-tanda keberadaannya.


Ia pun melihat ke arah beranda apartemen rumahnya dan menemukan Si Cantik sedang berada di beranda apartemen. 


Daisy pun berjalan menuju beranda. Saat ia melihat jendela, Daisy melihat sosok anak sebaya dengannya. Chantika. Daisy mengingat wajahnya saat bertemu dalam mimpinya semalam. Chantika memanggil namanya...


"Daisy... Datanglah, temani Aku... Tolong Aku !"

Daisy mengikuti arah suara itu. Ia membuka pintu jendela, sosok Chantika sudah tak terlihat, kemudian Daisy mengamati sekitar beranda apartemennya dan menemukan Si Cantik tergeletak di lantai.


Daisy memeluk si Cantik dan mengusap rambutnya. Saat ia akan kembali ke dalam rumah, seseorang berbisik di telinganya. Dekat dan teramat jelas. Daisy pun tertegun.


"Daisy... Tolong aku, selamatkan diriku. Temani aku!


"Siapa kamu, kamu Chantika bukan?" tanya Daisy.


Saat Daisy melihat ke arah sekitar, dia tak melihat siapa-siapa. Daisy berdiri melihat ke arah bawah di balkon apartemennya.


"Non Daisy ... hati-hati jangan berdiri di balkon!" seru Bi Warti khawatir,


Bi Warti kemudian tergopoh-gopoh setengah berlari menghampiri Daisy di balkon apartemennya.


"Non, ngapain sih di sini? Hati-hati nanti Non Daisy jatuh, loh.


"Gak apa-apa Bi Warti, Daisy cuman pengen aja main ke beranda soalnya seharian ini suntuk di rumah dan engga ada yang nemenin." Jawab Daisy sambil manyun.


***

Bi Warti menyiapkan makan malam untuk Daisy juga ibunya. Bi Warti terus melirik jam tangannya, sudah waktunya ia pulang ke rumahnya namun ia terlihat tidak tega untuk meninggalkan Daisy di rumahnya. Ibu Daisy belum juga pulang padahal waktu menunjukan pukul 20.00 WIB. 


Biasanya pukul 19.00, Bi Warti pamit pulang, namun karena khawatir pada Daisy, ia menunggu hingga ibunya pulang. 


Daisy melihat Bi Warti yang cemas. Di satu sisi, ia senang ditemani Bi Warti namun ia juga kasihan juga Bi Warti harus menemaninya padahal anak juga cucunya menunggu Bi Warti di rumahnya.


"Bi Warti, pulanglah ... sudah lama juga bibi menemani Daisy di sini," bujuk Daisy 


"Tapi, Non ... Masa Bi Warti ninggalin Non Daisy di rumah sendirian sih? Bibi khawatir, Non Daisy ...


"Gak apa-apa, Bi ..."


Bibi Warti pun pulang ke rumahnya. Bi Warti gak enak hati meninggalkan Daisy sendirian di apartementnya, mana Ibu Daisy belum pulang, hari menjelang malam. 


Namun, Bi Warti menenangkan dirinya, ia sudah membuatkan makan malam untuk Daisy juga Ibunya. Ia juga memiliki urusan lain di rumahnya. Anak dan cucu pertamanya telah menanti di rumah.


***
 
Daisy mendengar suara itu lagi ... suara Chantika menghantuinya ... Daisy kini benar-benar sendiri di apartemennya. Ia hanya bersama Si Cantik. Daisy bercermin bersama Si Cantik. Daisy melihat sosok lain selain dirinya dan Si Cantik di cermin.


"Daisy, ini aku Chantika ... Ulurkan tanganmu, temani aku di sini, sungguh diri ini kesepian ..."


Daisy mendekap Si Cantik dan menatap cermin, Ia mengulurkan tangannya dan Chantika menarik tangannya ke dalam cermin.  


Si Cantik terduduk manis di atas kursi  yang letaknya persis ada di depan cermin. Boneka Si Cantik pun tersenyum. Tuannya telah masuk perangkap.


***

Ibu pun pulang ke apartement setelah rapat di kantor telah usai. Ibu mencari-cari Daisy ke semua sudut apartement. Daisy menghilang ke mana ya pikir ibunya. Ibunya menatap cermin di kamar Daisy.


Ia melihat bayangan Daisy di cermin, namun Daisy tak ada di kamarnya. Ibu memegang cermin dan mengulurkan tangannya. Seketika cermin tadi mengeluarkan darah dari keempat sudutnya...

***